Rabu, 27 Juni 2012

KERANGKA KONSEP


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A.    KERANGKA KONSEP
independen
dependen
Peningkatan pengetahuan perawat  tentang BHD

Perawat IRD
Pekerjaan
Pengalaman
Informasi
Pendidikan Nonformal
Umur
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati  atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.  Berdasarkan landasan teoritis yang dikemukakan pada tinjauan pustaka, maka peneliti membuat kerangka penelitian sebagai berikut :





Keterangan :
                              : diteliti
                              : tidak diteliti
Dalam penelitian ini kerangka konsep yang diambil adalah bahwa, pendidikan Nonformal  merupakan faktor yang bisa mempengaruhi peningkatan pengetahuan perawat tentang BHD.


B.     HIPOTESIS PENELITIAN
1.      HIPOTESIS NOL (HO)
Tidak ada pengaruh Pendidikan Nonformal BHD pada pasien terhadap peningkatan pengetahuan perawat sebelum dan sesudah diberi pelatihan
2.      HIPOTESIS ALTERNATIF (HA)
Ada pengaruh diberikan Pendidikan Nonformal BHD pada pasien terhadap peningkatan pengetahuan perawat

PROPOSAL PENELITIAN


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
1.      Pengertian.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dengan menggunakan mata dan telinga (Notoatmojo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
2.      Tingkatan pengetahuan
Soekidjo mengemukakan 6 tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif antara lain :
a.       Tahu (know)
Tahu di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu itu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari.

b.      Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c.       Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menguasai materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d.      Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, mengelompokan, dan sebagainya.
e.       Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f.       Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu di dasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungan ada bermacam-macam hal yang dialami individu itu melalui penerimaan panca inderanya serta alat penerimaan atau reseptor. Hal-hal yang dialaminya tersebut masuk dalam sel-sel otaknya sehingga terjadi bermacam-macam proses seperti proses fisik, fisiologis dan psikologis kemudian dipancarkan atau diproyeksikan individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :
a.       Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat di pungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah seseorang untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang  mereka miliki
1)      Pendidikan formal
Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian  jenjang pedidikan  yang  telah  baku,  misalnySD, SMP, SMA dan  PT.
2)      Pendidikan informal
Adalah suatu fase pendidikan yang berada di samping  pendidikan formal dan nonformal.
3)      Pendidikan nonformal
Lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat, misalnya pelatihan. Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003:251) mengemukakan, training is a planned effort to facilitate the learning of job-related knowledge, skills, and behavior by employee. Hal ini berarti bahwa pelatihan merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.

b.      Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak .
c.       Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis, dimana dalam aspek psikologis taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.
d.      Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subyektif.
e.       Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru (Zulkifli 2003)
Untuk mendapatkan informasi salah satunya dari media. Media adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran. Media ini lebih sering disebut sebagai alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu didalam proses pendidikan atau pengajaran.
Media ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia diterima melalui panca indera. Semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain media dimaksudkan untuk mengerahkan panca indera sebanyak mungkin kepada obyek sehingga mempermudah pemahaman (Notoatmodjo.2007).

B.     Tinjauan Umum Tentang Bantuan Hidup Dasar
1.      Pengertian
Bantuan hidup dasar (Basic life support) adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa (Goyten, 2008).
Prinsip BLS sendiri adalah SRABC, yaitu save, respon, airway, breathing dan circulation. Save dimaksudkan agar penolong memastikan keamanan diri, lingkungan dan korban, sebelum melakukan pertolongan. Respon diperlukan untuk mengetahui tingkat kesadaran korban.
2.      Indikasi Bantuan Hidup Dasar
a.       Henti napas
1)      Penyebab : Tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas oleh benda asing, menghirup asap, keracunan obat, tersengat listrik, tercekik,  trauma, MCI (miocard cardiac infark), dan lain-lain.
2)      Tanda-tanda : Tidak ada aliran udara pernapasan dan pergerakan dada pasien.
b.      Henti jantung/cardiac arrest
Pada saat henti jantung, maka sirkulasi dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital lainnya kekurangan oksigen.

3.      Tujuan bantuan hidup dasar
a.       Menyelamatkan kehidupan.
b.      Mencegah keadaan menjadi lebih buruk
c.       Mempercepat kesembuhan
4.      Langkah-langkah bantuan hidup dasar
a.       Proteksi diri
Apabila anda menemukan penderita hal yang paling utama sebelum melakukan bantuan adalah proteksi diri mengingat saat ini bagitu banyak penyakit menular yang telah beredar di masyarakat.
Centerst for disease and prevention (CDC) mencatat 54 kasus menular human insufisiensi virus (HIV) di tempat kerja pada petugas kesehatan di Amerika Serikat sampai desember 1998. 134 kasus tambahan  suspek HIV sudah disampaikan (Oman, 2008).
b.      Periksa kesadaran korban
Cara memeriksa kesadaran yakni dengan memanggil nama atau dengan cara memberikan tepukan pada bahu korban. Pada bayi lakukan jentikkan di telapak kaki dan jangan mengguncang-guncangkannya (Wong, 2004). Sedangkan  Haws (2007) juga mengatakan pemeriksaan kesadaran pada bayi bisa dilakukan dengan mengelus punggung.




Tingkat kesadaran biasanya dinilai dengan AVPU:
A : Alert (sadar penuh)
V : Verbal (menjawab rangsangan kata-kata)
P : Pain (bereaksi atas rangsangan nyeri)
U : Unresponsive (tidak berespon)






Gambar 2.1: Memeriksa kesadaran. © 2005 European Resuscitation Council.
c.       Panggil bantuan/aktifkan 118
Bila anda berada di luar rumah sakit maka harus segera mengaktifkan sistem gawat darurat/emergency medical system (EMS) 118.




Gambar 2.2 : Panggil bantuan. © 2005 European Resuscitation Council.
Cara mengaktifkan Emergency Medical System (EMS) :
1)      Bila korban bereaksi atau dalam keadaan luka dan perlu pertolongan medis, segera tinggalkan korban dan cari bantuan medis lalu segera kembali untuk memastikan kondisi korban
2)      Jika penolong seorang diri dan korban tidak sadarkan diri :
a)      Aktifkan segera sistem gawat darurat
b)      Ambil automated external defibrillator (AED) bila tersedia
c)      Segera kembali ke korban untuk melakukan RJP dan menggunakan AED bila di perlukan.
3)      Jika jumlah penolong dua atau lebih, salah satu penolong mengaktifkan EMS dan mengambil AED jika tersedia.sementara itu, yang lainnya melakukan tindakan RJP.
4)      Jika gawat darurat terjadi di dalam gedung/rumah sakit/tempat pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai sistem gawat darurat sendiri, segera minta bantuan untuk melakukan pertolongan.
5)      Jika korban asfiksia segera lakukan tindakan resusitasi jantung paru (RJP).
d.      Memperbaiki posisi korban dan posisi penolong
1)      Posisi korban
a)      Supin, permukaan datar dan lurus
b)      Memperbaiki posisi korban dengan cara log roll/in line bila dicurigai cedera spinal
c)      Jika pasien tidak bisa telentang, misalnya operasi tulang belakang lakukan RJP dengan posisi tengkurap
2)      Posisi penolong
Posisi penolong harus di atur senyaman mungkin dan memudahkan untuk melakukan pertolongan yakni di samping atau di atas kepala korban.
e.       Airway control
Pada orang yang tidak sadar, tindakan pembukaan jalan napas  harus dilakukan. Satu hal yang penting untuk diingat adalah, bahwa dengan melihat pergerakan pipi pasien tidaklah menjamin bahwa pasien tersebut benar-benar bernafas (pertukaran udara), tetapi secara sederhana pasien itu sedang berusaha untuk bernafas.
Pengkajian pada airway juga harus melihat tanda-tanda adanya sumbatan benda asing dalam mulut yakni dengan menggunakan teknik cross finger, jika terdapat benda asing dalam mulut maka harus di keluarkan dengan usapan jari atau di kenal dengan teknik finger swab (AHA, Basic live suport renewal course, 2006)
Teknik yang digunakan dalam membuka jalan napas yakni dengan chin lift-head tilt dan jika dicurigai terdapat trauma cervikal dapat menggunakan teknik jaw thrust namun teknik tersebut hanya bisa dilaksanakan oleh orang yang sudah profesional atau terlatih (Tabes, 2006).

Cara melakukan teknik chin lift-head tilt :
1)      Teknik chin lift-head tilt
a)      Pertama, posisikan pasien dalam keadaan terlentang, letakkan satu tangan di dahi dan letakkan ujung jari tangan yang lain di bawah daerah tulang pada bagian tengah rahang bawah pasien (dagu).
b)     Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien.
c)      Gunakan ujung jari anda untuk mengangkat dagu dan menyokong rahang bagian bawah. Jangan menekan jaringan lunak di bawah rahang karena dapat menimbulkan obstruksi jalan napas.
d)     Usahakan mulut untuk tidak menutup. Untuk mendapatkan pembukaan mulut yang adekuat, anda dapat menggunakan ibu jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik ke belakang.





Gambar 2.3 : Head tilt and chin lift.



2)      Teknik Jaw thrust
a)      Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan spinal pasien tetap satu garis.
b)      Ambil posisi di atas kepala pasien, letakkan lengan sejajar dengan permukaan pasien berbaring.
c)      Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah pasien, pada sudut rahang di bawah telinga.
d)     Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah Anda.
e)      Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah pasien ke arah atas dan depan.
f)       Anda mungkin membutuhkan mendorong ke depan bibir bagian bawah pasien dengan menggunakan ibu jari untuk mempertahankan mulut tetap terbuka.
g)      Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien.






Gambar 2.4 : Jaw thrust.

f.        Breathing suport
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi dengan cepat selama 5 detik, paling lama 10 detik dengan cara :
1)      Lihat/look
Lihat lubang hidung apakah terbuka atau dalam keadaan istirahat, Perhatikan ekspansi dada menandakan ada tidaknya pernapasan. Carilah retraksi suprasternal, supraklafikular atau interkostal yang menunjukan adanya obstruksi. Cari gerakan paradoksal bagian dada manapun dan cari luka terbuka rongga thorax, perhatikan juga gerakan abdomen yang menunjukan diafragma bekerja.
2)      Dengar/listen
Telinga di dekatkan ke mulut korban untuk memastikan kembali bahwa  ada pergerakan udara yang baik keluar dari hidung dan mulut. Dengan stetoskop, dengarkan thorax di anterior dan posterior, berikan perhatian khusus pada bagian atas dada di kedua sisi.



3)      Rasa/feel
Rasakan gerakan udara dari hidung dan mulut.



Gambar 2.5 : Look listen and feel for normal breathing.© 2005 European  Resuscitation Council.
Penilain antara lain :
a)      Apabila pasien bernapas maka tempatkan pada posisi yang nyaman
b)      Apabila pernapasan tidak ada maka lakukan bantuan napas sebanyak 2 kali, dengan alat 400-600 ml dan tanpa alat     700-1000 ml (Handley, 2004) . Bantuan napas di lakukan dengan cara :
(1)   Mulut ke mulut
Penolong memberikan bantuan napas langsung ke mulut korban dengan menutup hidung dan meniupkan udara langsung ke mulut, namun hal ini sangat beresiko untuk di lakukan apalagi pasien yang tidak di kenal mengingat bahaya penyakit menular.



Gambar 2.6 : Menutup hidung korban sedang posisi kepala tetap ekstensi.© 2005 European Resuscitation Council



Gambar 2.7 : Pemberian napas dari mulut ke mulut. ©2005 European Resuscitation
(2)   Mulut ke hidung
Paling baik di lakukan pada neonaty.
(3)   Ventilasi mulut ke mask




Gambar 2.7: Mouth-to-mask ventilation. © 2005 European Resuscitation Council
(4)   Ventilasi Mulut ke bag-valve-mask




Gambar 2.8: The two-person technique for bag-mask ventilation.© 2005 European Resuscitation Council.
g.      Circulation
1)      Kaji Nadi
Bantuan sirkulasi segera dilakukan bila korban mengalami henti jantung. Langkah ini dilakukan segera setelah bantuan pernafasan awal diberikan. Untuk mengetahui ada tidaknya denyut nadi, lakukan perabaan arteri carotis untuk orang dewasa dan anak serta arteri brachialis atau femoralis untuk bayi, tindakan ini dilakukan maksimal 10 detik.
2)      Kompresi Dada
Indikasi pada korban yang mengalami henti jantung. Lakukan dengan tehnik yang benar. Awali dengan mencari titik kompresi yakni pada tulang sternum di antara dua papila mammae pada anak-anak dan laki-laki  atau dua jari di atas os xifoideus pada perempuan. Letakkan salah satu telapak tangan yang lain diatas punggung tangan yang pertama, sehingga tangan dalam keadaan pararel. Jari-jari tangan saling mengunci. Untuk mendapatkan posisi yang efektif, beban tekanan dari bahu, posisi lengan tegak lurus, posisi siku tidak boleh menekuk posisi lengan tegak lurus dengan badan korban
 Tekan sternum 4-5 cm untuk korban dewasa, 2-3 cm pada bayi (Drew, 2008), lepaskan tekanan hingga dada kembali ke posisi normal Perbandingan kompresi dan ventilasi mengacu pada AHA Guidelines for CPR 2005, untuk korban dewasa 30 : 2 dengan 1 atau 2 orang penolong. Pada anak dan bayi 30 : 2 bila penolong 1 orang dan 15 : 2 untuk 2 orang penolong. Kecepatan kompresi yang dianjurkan adalah 100 kali per menit. Setelah RJP dilakukan selama 5 siklus atau 2 menit, 2 penolong harus berganti posisi, ventilator berpindah pada posisi kompresor dan sebaliknya.
Haws (2007) mengatakan pada bayi dengan heart rate (HR) kurang dari 60 kali permenit harus di lakukan kompresi dada.





Gambar 2.9 : Letakan satu tangan pada tulang sternum antara papila mammae atau dua jari diatas os xifoideus.






Gambar 2.10 : Lakukan penekanan dada sebanyak 30 : 2
   Indikasi dihentikannya RJP hingga kini masih menjadi perdebatan, tidak ada batasan waktu yang tegas disebutkan oleh para ahli namun beberapa hal yang menjadi pertimbangan antara lain:
a)      Korban telah menunjukan tanda-tanda kematian irreversible
b)      Sudah ada respons dari korban (ventilasi dan sirkulasi spontan)
c)      Ada penolong yang lebih berkompeten
d)     Penolong lelah atau sudah 30 menit tidak ada respon
h.      Defibrillation
Pada defibrillation pengkajian dengan menggunakan alat automated external defibrillator (AED) untuk mengetahui irama nadi apakah ventrikel takikardi (VT tanpa nadi) atau ventrikel fibrilasi (FV) serta memberikan kejutan listrik sehingga gangguan irama tersebut dapat kembali normal. Gangguan irama tersebut harus segera di berikan tindakan karena dapat menimbulkan kematian. Satu energi dosis dilakukan untuk defibrilasi adalah 200 joule pada bifasik dan 360 joule pada monofasik. Idealnya dilakukan setiap 10 detik (Cayley, 2006).  
Pada saat di lakukannya defibrillating penolong tidak bisa menyentuh tubuh korban. Pada anak usia kurang dari 1 tahun tidak bisa di lakukan defibrillation.



Gambar 2.11 : Defibrilation @ AHA 2005.
C.    Tinjauan Umum Tentang RSUD Majene
Rumah sakit umum Daerah Majene adalah satu-satunya rumah sakit di kabupaten Majene, di mana rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit type C yang terletak di daerah provinsi Sulawesi Barat.
Daerah Kabupaten Majene merupakan salah satu daerah yang tergolong rawan bencana karena letak daerahnya adalah perbukitan dan lautan. Perawat yang bekerja di Rumah Sakit tersebut sebagian besar merupakan lulusan diploma tiga keperawatan, pelayanan keperawatan di rumah sakit sudah baik namun sebagian besar perawat jarang mendapatkan pelatihan-pelatihan  guna pengembangan pelayanan, bahkan dalam 3 tahun terakhir tidak ada perawat yang dikirim untuk mengikuti  pelatihan, sehingga ilmu-ilmu atau skill yang di gunakan jarang terupdate, apalagi dalam pelayanan keperawatan gawat darurat.
Dari hasil pengamatan penulis tentang pelayanan kegawat daruratan di RSUD Majene masih banyak perawat yang belum mengetahui  dan menggunakan metode America Heart Association 2005 pada pasien gawat darurat.